DAPATKAN UANG CUMA-CUMA DISINI ..!

Pentingnya Membangun Lingkungan Berkarakter

Kamis, 19 Juli 2012

Pentingnya Membangun Lingkungan Berkarakter
Kita harus berperilaku dengan cara yang memungkinkan kita berkata kepada semua orang,
“Berperilakulah seperti aku”
Banyak sekali email yang masuk dan bertanya apa kunci sukses Pendidikan Karakter. Nah, Kali ini kita akan membahas tentang kunci tersebut, kita akan bahas pentingnya sebuah lingkungan yang berkarakter bagi keberhasilan Pendidikan Karakter. Setujukah anda, bahwa untuk mencapai Pendidikan Karakter yang bermutu dan maksimal, dimulai dengan membangun sebuah lingkungan yang berkarakter?
Baiklah, sebelum kita ulas, saya pernah mendengar sebuah pepatah kuno mengatakan: apabila kita berteman dengan penjual minyak wangi, maka kita akan ikut wangi. Sedangkan berteman dengan penjual ikan, maka kita akan ikut amis. Marilah kita renungkan sejenak. Sebenarnya ungkapan tersebut sangat sesuai menggambarkan peran lingkungan dalam kehidupan kita. Lingkungan sangat menentukan prosespembentukan karakter diri seseorang. Lingkungan yang positif bisa membentuk kita menjadi pribadi berkarakter positif, sebaliknya lingkungan yang negatif dan tidak sehat bisa membentuk pribadi yang negatif pula. Lingkungan memiliki peran yang sangat penting dalam membangun karakter-karakter individu yang ada di dalamnya.
Seorang anak kecil yang terbiasa berkata kotor, tentu saja ia meniru dari sekitarnya. Anda tidak perlu jauh-jauh mencari penyebab anak tersebut suka berkata kotor. Tentu saja itu adalah hasil meniru dari lingkungannya. Untuk mengatasinya, lebih baik anda mengatasi dari sumber masalahnya. Untuk menanggulangi penyakit, jangannya anda menunggu salah satu anggota keluarga anda sakit lantas mengobatinya. Bukankah lebih baik anda mulai mengatur pola hidup sehat, sehingga penyakit tidak akan menyerang dan menjangkiti anda. Inilah yang saya maksud dengan mengatasi persoalan dari sumbernya.
Lalu, apakah sumber masalah anak kita berkata kotor? Saya yakin, anda pasti akan memerintah anak anda untuk berhenti berkata kotor, lalu kalau anak anda kembali mengulang dan tidak patuh dengan perintah anda, anda akan memukulnya. Namun, anak anda justru semakin menjadi-jadi karena ia merasa tidak diberi hak untuk mengatur dirinya sendiri. Anda tidak akan mudah meminta si anak yang terbiasa berkata kotor itu untuk berhenti berkata, sementara orang lain juga melakukan yang sama. Untuk itu, titik pemecahannya adalah dengan menciptakan lingkungan yang sehat bagi anak-anak dan individu yang tinggal di dalamnya.
Lingkungan yang berkarakter sangatlah penting bagi perkembangan individu. Lingkungan yang berkarakter adalah lingkungan yang mendukung terciptanya perwujudan nilai-nilai karakter dalam kehidupan, sepetikarakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya, kemandirian dan tanggung jawab, kejujuran / amanah, diplomatis, hormat dan santun, dermawan, suka tolong-menolong, gotong royong / kerjasama dan lain-lain. Karakter tersebut tidak hanya pada tahap pengenalan dan pemahaman saja, namun menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari.
Barangkali dalam benak anda terbayang betapa susahnya membentuk lingkungan yang berkarakter. Semua itu harus dimulai dari diri sendiri yang selanjutnya diteruskan dalam lingkungan keluarga. Diri sendiri harus dibenahi terlebih dahulu sebelum membenahi orang lain. Biasakan membangun pola pikir positif, melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik, membangun karakter diri yang pantang menyerah dan seterusnya. Dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga kita biasakan menerapkan nilai-nilai tersebut. Misalnya, terbiasa jujur dan terbuka pada anak, memberi kesempatan anak berpendapat dalam memutuskan bahan dekorasi rumah, mengajak anak berunding tentang tempat les sekolah, dan mengajak anak untuk ikut berbagi peran dalam menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Hal itu bagian dari proses membangun karakter anak. Salinglah tolong-menolong sesama anggota keluarga. Biasakan anak mengeksplor dirinya. Memberi kesempatan pada anak untuk mengambil keputusan untuk dirinya. Itu merupakan proses demokrasi dalam keluarga.
Kebiaasaan-kebiasaan positif semacam itu pada akhirnya akan diteruskan oleh si anak pada lingkungan sosial yang lebih besar, yakni di sekolah dan masyarakat. Keluarga adalah institusi pertama tempat anak membangun karakternya. Kita sebagai orang tua hendaknya menerapkan pola asuh dan pendidikan yang sehat dan baik dalam keluarga. Dengan begitu, anak-anak kita yang telah tertanam kepribadiannya akan menjadi pribadi yang menyebarkan karakter positif pada lingkungan. Di sekolahpendidikan karakter juga hendaknya diwujudkan dalam setiap proses pembelajaran, seperti pada metode pembelajaran, muatan kurikulum, penilaian dan lain-lain.
Pernahkah anda memberi kesempatan pada anak anda meluangkan waktu untuk bermain? Atau mendorong anak anda untuk menekuni bakat dan minat yang dimilikinya. Sebenarnya kesempatan bergaul dengan sebaya merupakan proses pengembangan karakter anak. Dengan bergaul, anak akan belajarmemahami dirinya dan orang lain. Dengan demikian ia akan belajar bagaimana membangun hubungan dengan orang dan lingkungannya.
Di lingkungan sekolah sebenarnya anak didik memiliki wadah untuk mengembangkan diri dan membangun karakter diri melalui kegiatan ekstrakulikuler. Pendidikan ekstrakulikuler merupakan media untuk membangun rasa tanggung jawab, kemampuan bersosialisasi dan interaksi, toleransi, bekerjasama dan lain-lain.
Namun, seiring dengan tuntutan sekolah dengan berbagai mata pelajaran dan pelatihan untuk Ujian Nasional telah menyita waktu untuk mengembangkan diri mereka. Apakah anda termasuk orangtua yang hanya mendorong anak untuk terus belajar dan mengabaikan minat dan hobi yang dimilikinya? Jika iya, cepat-cepatlah merubah cara pandang anda dan beri kesempatan anak untuk membagi waktu belajar dan bermain.
Kenyataan bahwa kesuksesan seseorang tidak hanya ditentukan oleh prestasi sekolah hendaknya kita sadari. Benar adanya bahwa kemampuan menjalin hubungan dan kecerdasan emosional sebagian besar menentukan proses pengembangan diri dan meraih keberhasilan.
Jika memang demikian, marilah kita ciptakan lingkungan yang berkarakter. Sehingga, putra-putri kita kelak akan menjadi generasi berkarakter yang tidak pantang menyerah ketika menghadapi tantangn dalam hidupnya. Dan mereka akan selalu optimis dalam meraih kesuksesan dengan bekal nilai-nilai yang telah tertanam dalam lingkungan yang berkarakter tersebut.

Pendidikan Sebagai Investasi Jangka Panjang


Oleh Drs. Nurkolis, MM
Profesor Toshiko Kinosita mengemukakan bahwa sumber daya manusia Indonesia masih sangat lemah untuk mendukung perkembangan industri dan ekonomi. Penyebabnya karena pemerintah selama ini tidak pernah menempatkan pendidikan sebagai prioritas terpenting. Tidak ditempatkannya pendidikan sebagai prioritas terpenting karena masyarakat Indonesia, mulai dari yang awam hingga politisi dan pejabat pemerintah, hanya berorientasi mengejar uang untuk memperkaya diri sendiri dan tidak pernah berfikir panjang (Kompas, 24 Mei 2002).

Pendapat Guru Besar Universitas Waseda Jepang tersebut sangat menarik untuk dikaji mengingat saat ini pemerintah Indonesia mulai melirik pendidikan sebagai investasi jangka panjang, setelah selama ini pendidikan terabaikan. Salah satu indikatornya adalah telah disetujuinya oleh MPR untuk memprioritaskan anggaran pendidikan minimal 20 % dari APBN atau APBD. Langkah ini merupakan awal kesadaran pentingnya pendidikan sebagai investasi jangka pangjang. Sedikitnya terdapat tiga alasan untuk memprioritaskan pendidikan sebagai investasi jangka panjang.

Pertama, pendidikan adalah alat untuk perkembangan ekonomi dan bukan sekedar pertumbuhan ekonomi. Pada praksis manajemen pendidikan modern, salah satu dari lima fungsi pendidikan adalah fungsi teknis-ekonomis baik pada tataran individual hingga tataran global. Fungsi teknis-ekonomis merujuk pada kontribusi pendidikan untuk perkembangan ekonomi. Misalnya pendidikan dapat membantu siswa untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk hidup dan berkompetisi dalam ekonomi yang kompetitif.

Secara umum terbukti bahwa semakin berpendidikan seseorang maka tingkat pendapatannya semakin baik. Hal ini dimungkinkan karena orang yang berpendidikan lebih produktif bila dibandingkan dengan yang tidak berpendidikan. Produktivitas seseorang tersebut dikarenakan dimilikinya keterampilan teknis yang diperoleh dari pendidikan. Oleh karena itu salah satu tujuan yang harus dicapai oleh pendidikan adalah mengembangkan keterampilan hidup. Inilah sebenarnya arah kurikulum berbasis kompetensi, pendidikan life skill dan broad based education yang dikembangkan di Indonesia akhir-akhir ini. Di Amerika Serikat (1992) seseorang yang berpendidikan doktor penghasilan rata-rata per tahun sebesar 55 juta dollar, master 40 juta dollar, dan sarjana 33 juta dollar. Sementara itu lulusan pendidikan lanjutan hanya berpanghasilan rata-rata 19 juta dollar per tahun. Pada tahun yang sama struktur ini juga terjadi di Indonesia. Misalnya rata-rata, antara pedesaan dan perkotaan, pendapatan per tahun lulusan universitas 3,5 juta rupiah, akademi 3 juta rupiah, SLTA 1,9 juta rupiah, dan SD hanya 1,1 juta rupiah.

Para penganut teori human capital berpendapat bahwa pendidikan adalah sebagai investasi sumber daya manusia yang memberi manfaat moneter ataupun non-moneter. Manfaat non-meneter dari pendidikan adalah diperolehnya kondisi kerja yang lebih baik, kepuasan kerja, efisiensi konsumsi, kepuasan menikmati masa pensiun dan manfaat hidup yang lebih lama karena peningkatan gizi dan kesehatan. Manfaat moneter adalah manfaat ekonomis yaitu berupa tambahan pendapatan seseorang yang telah menyelesaikan tingkat pendidikan tertentu dibandingkan dengan pendapatan lulusan pendidikan dibawahnya. (Walter W. McMahon dan Terry G. Geske, Financing Education: Overcoming Inefficiency and Inequity, USA: University of Illionis, 1982, h.121).

Sumber daya manusia yang berpendidikan akan menjadi modal utama pembangunan nasional, terutama untuk perkembangan ekonomi. Semakin banyak orang yang berpendidikan maka semakin mudah bagi suatu negara untuk membangun bangsanya. Hal ini dikarenakan telah dikuasainya keterampilan, ilmu pengetahuan dan teknologi oleh sumber daya manusianya sehingga pemerintah lebih mudah dalam menggerakkan pembangunan nasional.
Nilai

Balik Pendidikan
Kedua, investasi pendidikan memberikan nilai balik (rate of return) yang lebih tinggi dari pada investasi fisik di bidang lain. Nilai balik pendidikan adalah perbandingan antara total biaya yang dikeluarkan untuk membiayai pendidikan dengan total pendapatan yang akan diperoleh setelah seseorang lulus dan memasuki dunia kerja. Di negara-negara sedang berkembang umumnya menunjukkan nilai balik terhadap investasi pendidikan relatif lebih tinggi dari pada investasi modal fisik yaitu 20 % dibanding 15 %. Sementara itu di negara-negara maju nilai balik investasi pendidikan lebih rendah dibanding investasi modal fisik yaitu 9 % dibanding 13 %. Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa dengan jumlah tenaga kerja terdidik yang terampil dan ahli di negara berkembang relatif lebih terbatas jumlahnya dibandingkan dengan kebutuhan sehingga tingkat upah lebih tinggi dan akan menyebabkan nilai balik terhadap pendidikan juga tinggi (Ace Suryadi, Pendidikan, Investasi SDM dan Pembangunan: Isu, Teori dan Aplikasi. Balai Pustaka: Jakarta, 1999, h.247).

Pilihan investasi pendidikan juga harus mempertimbangkan tingkatan pendidikan. Di Asia nilai balik sosial pendidikan dasar rata-rata sebesar 27 %, pendidikan menengah 15 %, dan pendidikan tinggi 13 %. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka manfaat sosialnya semakin kecil. Jelas sekali bahwa pendidikan dasar memberikan manfaat sosial yang paling besar diantara tingkat pendidikan lainnya. Melihat kenyataan ini maka struktur alokasi pembiayaan pendidikan harus direformasi. Pada tahun 1995/1996 misalnya, alokasi biaya pendidikan dari pemerintah Indonesia untuk Sekolah Dasar Negeri per siswa paling kecil yaitu rata-rata hanya sekirat 18.000 rupiah per bulan, sementara itu biaya pendidikan per siswa di Perguruan Tinggi Negeri mendapat alokasi sebesar 66.000 rupiah per bulan. Dirjen Dikti, Satrio Sumantri Brojonegoro suatu ketika mengemukakan bahwa alokasi dana untuk pendidikan tinggi negeri 25 kali lipat dari pendidikan dasar. Hal ini menunjukkan bahwa biaya pendidikan yang lebih banyak dialokasikan pada pendidikan tinggi justru terjadi inefisiensi karena hanya menguntungkan individu dan kurang memberikan manfaat kepada masyarakat.

Reformasi alokasi biaya pendidikan ini penting dilakukan mengingat beberapa kajian yang menunjukkan bahwa mayoritas yang menikmati pendidikan di PTN adalah berasal dari masyarakat mampu. Maka model pembiayaan pendidikan selain didasarkan pada jenjang pendidikan (dasar vs tinggi) juga didasarkan pada kekuatan ekonomi siswa (miskin vs kaya). Artinya siswa di PTN yang berasal dari keluarga kaya harus dikenakan biaya pendidikan yang lebih mahal dari pada yang berasal dari keluarga miskin. Model yang ditawarkan ini sesuai dengan kritetia equity dalam pembiayaan pendidikan seperti yang digariskan Unesco.

Itulah sebabnya Profesor Kinosita menyarankan bahwa yang diperlukan di Indonesia adalah pendidikan dasar dan bukan pendidikan yang canggih. Proses pendidikan pada pendidikan dasar setidaknnya bertumpu pada empat pilar yaitu learning to know, learning to do, leraning to be dan learning live together yang dapat dicapai melalui delapan kompetensi dasar yaitu membaca, menulis, mendengar, menutur, menghitung, meneliti, menghafal dan menghayal. Anggaran pendidikan nasional seharusnya diprioritaskan untuk mengentaskan pendidikan dasar 9 tahun dan bila perlu diperluas menjadi 12 tahun. Selain itu pendidikan dasar seharusnya “benar-benar” dibebaskan dari segala beban biaya. Dikatakan “benar-benar” karena selama ini wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah tidaklah gratis. Apabila semua anak usia pendidikan dasar sudah terlayani mendapatkan pendidikan tanpa dipungut biaya, barulah anggaran pendidikan dialokasikan untuk pendidikan tingkat selanjutnya.
Fungsi

Non Ekonomi
Ketiga, investasi dalam bidang pendidikan memiliki banyak fungsi selain fungsi teknis-ekonomis yaitu fungsi sosial-kemanusiaan, fungsi politis, fungsi budaya, dan fungsi kependidikan. Fungsi sosial-kemanusiaan merujuk pada kontribusi pendidikan terhadap perkembangan manusia dan hubungan sosial pada berbagai tingkat sosial yang berbeda. Misalnya pada tingkat individual pendidikan membantu siswa untuk mengembangkan dirinya secara psikologis, sosial, fisik dan membantu siswa mengembangkan potensinya semaksimal mungkin (Yin Cheong Cheng, School Effectiveness and School-Based Management: A Mechanism for Development, Washington D.C: The Palmer Press, 1996, h.7).

Fungsi politis merujuk pada sumbangan pendidikan terhadap perkembangan politik pada tingkatan sosial yang berbeda. Misalnya pada tingkat individual, pendidikan membantu siswa untuk mengembangkan sikap dan keterampilan kewarganegaraan yang positif untuk melatih warganegara yang benar dan bertanggung jawab. Orang yang berpendidikan diharapkan lebih mengerti hak dan kewajibannya sehingga wawasan dan perilakunya semakin demoktratis. Selain itu orang yang berpendidikan diharapkan memiliki kesadaran dan tanggung jawab terhadap bangsa dan negara lebih baik dibandingkan dengan yang kurang berpendidikan.

Fungsi budaya merujuk pada sumbangan pendidikan pada peralihan dan perkembangan budaya pada tingkatan sosial yang berbeda. Pada tingkat individual, pendidikan membantu siswa untuk mengembangkan kreativitasnya, kesadaran estetis serta untuk bersosialisasi dengan norma-norma, nilai-nilai dan keyakinan sosial yang baik. Orang yang berpendidikan diharapkan lebih mampu menghargai atau menghormati perbedaan dan pluralitas budaya sehingga memiliki sikap yang lebih terbuka terhadap keanekaragaman budaya. Dengan demikian semakin banyak orang yang berpendidikan diharapkan akan lebih mudah terjadinya akulturasi budaya yang selanjutnya akan terjadi integrasi budaya nasional atau regional.

Fungsi kependidikan merujuk pada sumbangan pendidikan terhadap perkembangan dan pemeliharaan pendidikan pada tingkat sosial yang berbeda. Pada tingkat individual pendidikan membantu siswa belajar cara belajar dan membantu guru cara mengajar. Orang yang berpendidikan diharapkan memiliki kesadaran untuk belajar sepanjang hayat (life long learning), selalu merasa ketinggalan informasi, ilmu pengetahuan serta teknologi sehingga terus terdorong untuk maju dan terus belajar.

Di kalangan masyarakat luas juga berlaku pendapat umum bahwa semakin berpendidikan maka makin baik status sosial seseorang dan penghormatan masyarakat terhadap orang yang berpendidikan lebih baik dari pada yang kurang berpendidikan. Orang yang berpendidikan diharapkan bisa menggunakan pemikiran-pemikirannya yang berorientasi pada kepentingan jangka panjang. Orang yang berpendidikan diharapkan tidak memiliki kecenderungan orientasi materi/uang apalagi untuk memperkaya diri sendiri.

Kesimpulan
Jelaslah bahwa investasi dalam bidang pendidikan tidak semata-mata untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi tetapi lebih luas lagi yaitu perkembangan ekonomi. Selama orde baru kita selalu bangga dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu hancur lebur karena tidak didukung oleh adanya sumber daya manusia yang berpendidikan. Orde baru banyak melahirkan orang kaya yang tidak memiliki kejujuran dan keadilan, tetapi lebih banyak lagi melahirkan orang miskin. Akhirnya pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati sebagian orang dan dengan tingkat ketergantungan yang amat besar.

Perkembangan ekonomi akan tercapai apabila sumber daya manusianya memiliki etika, moral, rasa tanggung jawab, rasa keadilan, jujur, serta menyadari hak dan kewajiban yang kesemuanya itu merupakan indikator hasil pendidikan yang baik. Inilah saatnya bagi negeri ini untuk merenungkan bagaimana merencanakan sebuah sistem pendidikan yang baik untuk mendukung perkembangan ekonomi. Selain itu pendidikan juga sebagai alat pemersatu bangsa yang saat ini sedang diancam perpecahan. Melalui fungsi-fungsi pendidikan di atas yaitu fungsi sosial-kemanusiaan, fungsi politis, fungsi budaya, dan fungsi kependidikan maka negeri ini dapat disatukan kembali. Dari paparan di atas tampak bahwa pendidikan adalah wahana yang amat penting dan strategis untuk perkembangan ekonomi dan integrasi bangsa. Singkatnya pendidikan adalah sebagai investasi jangka panjang yang harus menjadi pilihan utama.

Bila demikian, ke arah mana pendidikan negeri ini harus dibawa? Bagaimana merencanakan sebuah sistem pendidikan yang baik? Marilah kita renungkan bersama.
Nurkolis, Dosen Akademi Pariwisata Nusantara Jaya di Jakarta.
Sumber:http://re-searchengines.com/nurkolis5.html

Pentingnya Memahami Kebutuhan Emosional Anak


Pentingnya Memahami Kebutuhan Emosional Anak
Pada bagian sebelumnya kita telah mempelajari bahwa anak dan remaja lebih dikendalikan oleh emosi-emosi mereka daripada pemikiran rasional dan logis. Emosi ini menjelaskan mengapa anak dan remaja berperilaku demikian, termasuk perilaku yang merusak diri sendiri. Jadi jika kita ingin memotivasi mereka, sebaiknya kita pahami lebih dulu emosi yang mengendalikan mereka dan memanfaatkannya untuk mengarahkan perilaku dan pemikiran yang lebih memperdayakan.
Berikut adalah ketiga kebutuhan emosional anak:
1. Kebutuhan untuk merasa AMAN
Salah satu kebutuhan terkuat yang dibutuhkan soerang anak adalah perasaan aman. Aman didalam diri dan lingkungannya. Remaja mencari rasa aman dengan bergabung dengan sekelompok “geng” atau sekumpulan teman sebaya mereka, terlibat aturan sosial diantara mereka, serta meniru perilaku temannya.
Seorang psikolog Dr. Gary Chapman, dalam bukunya “lima bahasa cinta” mengatakan kita semua memiliki tangki cinta psikologis yang harus diisi, lebih tepatnya jika anak maka orangtuanya yang sebaiknya mengisi. Anak yang tangki cintanya penuh maka dia akan suka pada dirinya sendiri, tenang dan merasa aman. Hal ini dapat diartikan sebagai anak yang berbahagia dan memiliki “inner” motivasi.
Perlukah kita mempelajari dan mengetahui tangki cinta? Sangat perlu, saya seringkali merekomendasi paraguru dan orangtua untuk mempelajari dan menemukan bahasa cinta anak mereka, dirinya dan pasangannya. Hal ini akan saya bahas pada artikel berikutnya).
Contoh, terdorong oleh rasa cinta kepada anaknya seorang ibu memarahi anaknya yang sedang bermain computer. “berhenti maen computer dan belajar sekarang” lalu apa yang ada dibenak anak? Mungkin“Hmpf… Ibu tidak sayang padaku, dan ingin mengendalikan aku serta keasyikanku” Nah, anak menerimanya sebagai hal yang negatif, komunikasi yang menghancurkan rasa cinta ini biasanya yang menjadi akar permasalahan orangtua dan anak, serta guru.
“Mencintai anak tidak sama dengan anak merasa dicintai”
Apa yang menyebabkan kebutuhan akan rasa aman tidak terpenuhi?
• Membandingkan anak dengan saudara atau orang lain
Ketika kita mengatakan “mengapa kamu tidak bisa menjaga kebersihan kamar seperti kakakmu”, “kenapa kamu tidak bisa menulis serapi Rudi”. Akan tumbuh perasaan ditolak, tidak diterima, mereka akan berpikir “papa/mama lebih suka dengan…” hal ini menumbuhkan sikap tidak suka dengan dirinya sendiri dan ingin menjadi orang lain. Mereka merasa aman dengan menjadi orang lain, bukan merasa aman dan nyaman menjadi dirinya sendiri.
• Mengkritik dan mencari kesalahan
Ketika kita mengatakan: “dasar anak bodoh, apa yang salah denganmu? Kenapa kamu tidak dapat melakukan sesuatu dengan benar?”
Dapat dipastikan, akan menimbulkan perasaan dendam, tidak ada rasa aman dilingkungan rumah (jika hal ini sering terjadi dirumah).
• Kekerasan fisik dan verbal
Saya rasa tidak perlu dijelaskan lagi, hal ini sudah banyak kita temui di surat kabar dan berita ditelevisi, dan bahayanya atau akibatnya juga sering kita temui di media tersebut. Jika tidak ada rasa aman dalam rumah, maka seorang anak akan mencari perlindungan untuk memenuhi rasa aman mereka disemua tempat yang salah. Dan anak akan melakukan apa saja untuk mendapatkan rasa aman ini, mencari perhatian dengan cara yang salah.
2. Kebutuhan akan pengakuan (merasa penting) dan diterima atau dicintai
Jarang sekali orangtua membuat anak-anak mereka merasa penting dan diakui dirumah. Sebaliknya banyak orangtua yang membuat anak mereka merasa kecil dan tidak berarti dengan ancaman: “lebih baik kerjakan PR-mu sekarang, atau…”
Apa yang ada dalam pikiran anak jika diperlakukan seperti itu? Kita orangtua justru senang jika anak melakukan hal yang kita perintah, tapi yang ada dipikiran anak adalah mereka merasa kalah dengan melakukan apa yang diperintahkan orangtua dengan cara seperti itu. Sehingga banyak anak yang menunda atau tidak mengerjakan apa yang ditugaskan orangtua (bahkan dengan ancaman sekalipun) untuk memenuhi kebutuhan emosionalnya akan pengakuan.
Peringatan keras bagi orangtua: Jika anak-anak tidak merasa dicintai dan diterima oleh orangtua, mereka akan terdorong untuk mencarinya disemua tempat yang salah.
Keinginan seorang anak untuk diakui dan ingin dicintai begitu kuat, sehingga mereka akan melakukan apa saja untuk mendapatkannya. Jika mereka tidak mendapat pengakuan dengan cara yang benar maka akan menemukan dengan cara yang salah dan ditempat yang salah. Kebutuhan ini mendorong beberapa anak dan remaja untuk menggunakan tato, mengganggu anak lain, bergabung dengan geng pengganggu, mengecat rambut dengan warna menyolok, bertingkah laku seperti badut dan pelawak. Hal ini umumnya menyusahkan mereka sendiri, tetapi demi mendapatkan pengakuan dan diterima (mendapatkan perhatian).
Ada kasus ekstrim pada 16 april 2007, seorang siswa US Virginia Tech, Cho Seng-hui. Menembak dan menewaskan 32 siswa. Apa yang mendorong perilaku tersebut, sehingga dia melakukan hal yang begitu luar biasa gila? Dia melakukan hanya karena kebutuhan pengakuan dan rasa pentingnya begitu besar, tetapi tidak terpenuhi oleh orang-orang yang mengabaikannya dan menghinanya. Hal itu memaksanya keluar dari dunia logika dan merenggut nyawa orang lain serta dirinya sendiri, dalam pikirannya dia berpikir lebih baik mati bersama nama buruk dari pada hidup bukan sebagai siapa-siapa.
3. Kebutuhan untuk mengontrol (merasa mandiri atau keinginan untuk mengontrol)
Seiring pertumbuhan anak, sembari mencari identitas diri dan sambil belajar membangun kemandirian dari orangtua. Proses ini menciptakan kebutuhan emosional untuk bebas dan mandiri.
Jadi itu sebabnya anak tidak mau didikte untuk apa yang harus dilakukan. Mereka merasa tidak “gaul”mendengarkan orangtua. Dengan mendengarkan nasihat orangtua mereka seakan diperlakukan seperti anak kecil. Ini menjelaskan mengapa anak lebih mendengarkan teman mereka dan om atau tante (paman atau bibi) yang masih muda dari pada orangtuanya sendiri.
Orangtua yang cerdas, tidak akan menyerah menghadapi hal ini. Bagaimana caranya memberikan arahan dan agar anak mau mendengar orangtua? Gunakan komunikasi yang tidak bermaksud memaksa anak dengan nasihat kita. Buatlah seakan-akan mereka belajar dan bekerja keras untuk diri mereka sendiri bukan untuk kita. mereka akan lebih bersemangat dan termotivasi dengan cara seperti itu. Dan yang terpenting adalah memenuhi tangki cinta anak kita setiap hari dan memastikan selalu penuh saat bangun anak bangun tidur dan menjelang tidur. Dengan begitu anak tahu siapa yang paling mengerti dan sayang, serta kepada siapa dia akan datang pada saat membutuhkan seseorang untuk mendengar, yaitu kita orangtuanya.
Ambilah manfaat dari informasi ini, kenali kebutuhan emosi anak kita. Pekalah dimana saat anak membutuhkan penerimaan, kebutuhan untuk mengontrol sesuatu, serta butuh untuk aman. Gunakan kata-kata yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tersebut, berikut tips dan cara memenuhi kebutuhan emosi dasar seorang anak:
1. Rasa aman:
• Tenang sayang kamu aman bersama papa, mama akan temani kamu, hey… papa disini bakal jaga kamu sayang
2. Rasa penerimaan atau dicintai:
• Biasakan menatap mata saat berbicara pada anak, usahakan tatapan mata adalah datar atau “mata sayang”
• Sentuh bagian bahu saat berbicara atau bagian manapun asal sopan, untuk menunjukan bahwa kita ada bersama dan dekat dengan anak
• Usahakan sejajar (berdiri sejajar dengan anak atau berlutut)
• Katakan: apapun yang terjadi papa/mama tetap sayang sama kamu, kamu tetap jagoan papa/mama, dimata papa/mama kamulah yang paling cantik
3. Kebutuhan untuk mengontrol:
• Jika memungkinkan, jika anda melihat anak anda perlu untuk melakukan sesuatu sendiri maka ijinkanlah
• Sebenarnya itu adalah proses belajar untuk dirinya sendiri dan akan sangat bermanfaat dimasa dewasa
• Harga diri anak akan semakin tinggi, jika kita rajin memberikan kontrol kepada anak, karena anak merasa mampu melakukan kegiatan tanpa bantuan (tentunya kegiatan yang aman sesuai dengan kebijaksanaan orangtua)
• Luangkan waktu khusus untuk beraktivitas dan memberikan kontrol dan mengawasinya dengan kasih sayang, misal: anak umur 2-3 tahun minta makan sendiri, pergi ke sekolah sendiri, dan lain-lain

PENDIDIKAN NASIONAL YANG BERMORAL

Memang harus kita akui ada diantara (oknum) generasi muda saat ini yang mudah emosi dan lebih mengutamakan otot daripada akal pikiran. Kita lihat saja, tawuran bukan lagi milik pelajar SMP dan SLTA tapi sudah merambah dunia kampus (masih ingat kematian seorang mahasiswa di Universitas Jambi, awal tahun 2002 akibat perkelahian didalam kampus). Atau kita jarang (atau belum pernah) melihat demonstrasi yang santun dan tidak menggangu orang lain baik kata-kata yang diucapkan dan prilaku yang ditampilkan. Kita juga kadang-kadang jadi ragu apakah demonstrasi yang dilakukan mahasiswa murni untuk kepentingan rakyat atau pesanan sang pejabat.

Selain itu, berita-berita mengenai tindakan pencurian kendaraan baik roda dua maupun empat, penguna narkoba atau bahkan pengedar, pemerasan dan perampokan yang hampir setiap hari mewarnai tiap lini kehidupan di negara kita tercinta ini banyak dilakukan oleh oknum golongan terpelajar. Semua ini jadi tanda tanya besar kenapa hal tersebut terjadi?. Apakah dunia Pendidikan (dari SD sampai PT) kita sudah tidak lagi mengajarkan tata susila dan prinsip saling sayang - menyayangi kepada siswa atau mahasiswanya atau kurikulum pendidikan tinggi sudah melupakan prinsip kerukunan antar sesama? Atau inikah hasil dari sistim pendidikan kita selama ini ? atau Inikah akibat perilaku para pejabat kita?

Dilain pihak, tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme yang membuat bangsa ini morat-marit dengan segala permasalahanya baik dalam bidang keamanan, politik, ekonomi, sosial budaya serta pendidikan banyak dilakukan oleh orang orang yang mempunyai latar belakang pendidikan tinggi baik dalam negri maupun luar negri. Dan parahnya, era reformasi bukannya berkurang tapi malah tambah jadi. Sehingga kapan krisis multidimensi inI akan berakhir belum ada tanda-tandanya.

PERLU PENDIDIKAN YANG BERMORAL
Kita dan saya sebagai Generasi Muda sangat perihatin dengan keadaan generasi penerus atau calon generasi penerus Bangsa Indonesai saat ini, yang tinggal, hidup dan dibesarkan di dalam bumi republik ini. Untuk menyiapkan generasi penerus yang bermoral, beretika, sopan, santun, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa perlu dilakukan hal-hal yang memungkin hal itu terjadi walaupun memakan waktu lama.

Pertama, melalui pendidikan nasional yang bermoral (saya tidak ingin mengatakan bahwa pendidikan kita saat ini tidak bermoral, namun kenyataanya demikian di masyarakat). Lalu apa hubungannya Pendidikan Nasional dan Nasib Generasi Penerus? Hubungannya sangat erat. Pendidikan pada hakikatnya adalah alat untuk menyiapkan sumber daya manusia yang bermoral dan berkualitas unggul. Dan sumber daya manusia tersebut merupakan refleksi nyata dari apa yang telah pendidikan sumbangankan untuk kemajuan atau kemunduran suatu bangsa. Apa yang telah terjadi pada Bangsa Indonesia saat ini adalah sebagai sumbangan pendidikan nasional kita selama ini.

Pendidikan nasional selama ini telah mengeyampingkan banyak hal. Seharusnya pendidikan nasional kita mampu menciptakan pribadi (generasi penerus) yang bermoral, mandiri, matang dan dewasa, jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok.Tapi kenyataanya bisa kita lihat saat ini. Pejabat yang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme baik di legislative, ekskutif dan yudikatif semuanya orang-orang yang berpendidikan bahkan tidak tanggung-tanggung, mereka bergelar dari S1 sampai Prof. Dr. Contoh lainnya, dalam bidang politik lebih parah lagi, ada partai kembar , anggota dewan terlibat narkoba, bertengkar ketika sidang, gontok-gontokan dalam tubuh partai karena memperebutkan posisi tertentu (Bagaimana mau memperjuangkan aspirasi rakyat kalau dalam diri partai saja belum kompak).

Dan masih ingatkah ketika terjadi jual beli kata-kata umpatan ("bangsat") dalam sidang kasus Bulog yang dilakukan oleh orang-orang yang mengerti hukum dan berpendidikan tinggi. Apakah orang-orang seperti ini yang kita andalkan untuk membawa bangsa ini kedepan? Apakah mereka tidak sadar tindak-tanduk mereka akan ditiru oleh generasi muda saat ini dimasa yang akan datang? Dalam dunia pendidikan sendiri terjadi penyimpangan-penyimpang yang sangat parah seperti penjualan gelar akademik dari S1 sampai S3 bahkan professor (dan anehnya pelakunya adalah orang yang mengerti tentang pendidikan), kelas jauh, guru/dosen yang curang dengan sering datang terlambat untuk mengajar, mengubah nilai supaya bisa masuk sekolah favorit, menjiplak skripsi atau tesis, nyuap untuk jadi pegawai negeri atau nyuap untuk naik pangkat sehingga ada kenaikan pangkat ala Naga Bonar.

Di pendidikan tingkat menengah sampai dasar, sama parahnya, setiap awal tahun ajaran baru. Para orang tua murid sibuk mengurusi NEM anaknya (untungsnya, NEM sudah tidak dipakai lagi, entah apalagi cara mereka), kalau perlu didongkrak supaya bisa masuk sekolah-sekolah favorit. Kalaupun NEM anaknya rendah, cara yang paling praktis adalah mencari lobby untuk memasukan anaknya ke sekolah yang diinginkan, kalau perlu nyuap. Perilaku para orang tua seperti ini (khususnya kalangan berduit) secara tidak langsung sudah mengajari anak-anak mereka bagaimana melakukan kecurangan dan penipuan. (makanya tidak aneh sekarang ini banyak oknum pejabat jadi penipu dan pembohong rakyat). Dan banyak lagi yang tidak perlu saya sebutkan satu per satu dalam tulisan ini.

Kembali ke pendidikan nasional yang bermoral (yang saya maksud adalah pendidikan yang bisa mencetak generasi muda dari SD sampai PT yang bermoral. Dimana proses pendidikan harus bisa membawa peserta didik kearah kedewasaan, kemandirian dan bertanggung jawab, tahu malu, tidak plin-plan, jujur, santun, berahklak mulia, berbudi pekerti luhur sehingga mereka tidak lagi bergantung kepada keluarga, masyarakat atau bangsa setelah menyelesaikan pendidikannya.Tetapi sebaliknya, mereka bisa membangun bangsa ini dengan kekayaan yang kita miliki dan dihargai didunia internasional. Kalau perlu bangsa ini tidak lagi mengandalkan utang untuk pembangunan. Sehingga negara lain tidak seenaknya mendikte Bangsa ini dalam berbagai bidang kehidupan.

Dengan kata lain, proses transformasi ilmu pengetahuan kepada peserta didik harus dilakukan dengan gaya dan cara yang bermoral pula. Dimana ketika berlangsung proses tranformasi ilmu pengetahuan di SD sampai PT sang pendidik harus memiliki moralitas yang bisa dijadikan panutan oleh peserta didik. Seorang pendidik harus jujur, bertakwa, berahklak mulia, tidak curang, tidak memaksakan kehendak, berperilaku santun, displin, tidak arogan, ada rasa malu, tidak plin plan, berlaku adil dan ramah di dalam kelas, keluarga dan masyarakat. Kalau pendidik mulai dari guru SD sampai PT memiliki sifat-sifat seperti diatas. Negara kita belum tentu morat-marit seperti ini.

Kedua, Perubahan dalam pendidikan nasional jangan hanya terpaku pada perubahan kurikulum, peningkatan anggaran pendidikan, perbaikan fasilitas. Misalkan kurikulum sudah dirubah, anggaran pendidikan sudah ditingkatkan dan fasilitas sudah dilengkapi dan gaji guru/dosen sudah dinaikkan, Namun kalau pendidik (guru atau dosen) dan birokrat pendidikan serta para pembuat kebijakan belum memiliki sifat-sifat seperti diatas, rasanya perubahan-perubahan tersebut akan sia-sia. Implementasi di lapangan akan jauh dari yang diharapkan Dan akibat yang ditimbulkan oleh proses pendidikan pada generasi muda akan sama seperti sekarang ini. Dalam hal ini saya tidak berpretensi menyudutkan guru atau dosen dan birokrat pendidikan serta pembuat kebijakan sebagai penyebab terpuruknya proses pendidikan di Indonesia saat ini. Tapi adanya oknum yang berperilaku menyimpang dan tidak bermoral harus segera mengubah diri sedini mungkin kalau menginginkan generasi seperti diatas.

Selain itu, anggaran pendidikan yang tinggi belum tentu akan mengubah dengan cepat kondisi pendidikan kita saat ini. Malah anggaran yang tinggi akan menimbulkan KKN yang lebih lagi jika tidak ada kontrol yang ketat dan moralitas yang tinggi dari penguna anggaran tersebut. Dengan anggaran sekitar 6% saja KKN sudah merajalela, apalagi 20-25%.

Ketiga, Berlaku adil dan Hilangkan perbedaan. Ketika saya masih di SD dulu, ada beberapa guru saya sangat sering memanggil teman saya maju kedepan untuk mencatat dipapan tulis atau menjawab pertanyaan karena dia pintar dan anak orang kaya. Hal ini juga berlanjut sampai saya kuliah di perguruan tinggi. Yang saya rasakan adalah sedih, rendah diri, iri dan putus asa sehingga timbul pertanyaan mengapa sang guru tidak memangil saya atau yang lain. Apakah hanya yang pintar atau anak orang kaya saja yang pantas mendapat perlakuan seperti itu.? Apakah pendidikan hanya untuk orang yang pintar dan kaya? Dan mengapa saya tidak jadi orang pintar dan kaya seperti teman saya? Bisakah saya jadi orang pintar dengan cara yang demikian?

Dengan contoh yang saya rasakan ini (dan banyak contoh lain yang sebenarnya ingin saya ungkapkan), saya ingin memberikan gambaran bahwa pendidikan nasional kita telah berlaku tidak adil dan membuat perbedaan diantara peserta didik. Sehingga generasi muda kita secara tidak langsung sudah diajari bagaimana berlaku tidak adil dan membuat perbedaan. Jadi, pembukaan kelas unggulan atau kelas akselerasi hanya akan membuat kesenjangan sosial diantara peserta didik, orang tua dan masyarakat. Yang masuk di kelas unggulan belum tentu memang unggul, tetapi ada juga yang diunggul-unggulkan karena KKN. Yang tidak masuk kelas unggulan belum tentu karena tidak unggul otaknya tapi karena dananya tidak unggul. Begitu juga kelas akselerasi, yang sibuk bukan peserta didik, tapi para orang tua mereka mencari jalan bagaimana supaya anaknya bisa masuk kelas tersebut.

Kalau mau membuat perbedaan, buatlah perbedaan yang bisa menumbuhkan peserta didik yang mandiri, bermoral. dewasa dan bertanggungjawab. Jangan hanya mengadopsi sistem bangsa lain yang belum tentu cocok dengan karakter bangsa kita. Karena itu, pembukaan kelas unggulan dan akselerasi perlu ditinjau kembali kalau perlu hilangkan saja.

Contoh lain lagi , seorang dosen marah-marah karena beberapa mahasiswa tidak membawa kamus. Padahal Dia sendiri tidak pernah membawa kamus ke kelas. Dan seorang siswa yang pernah belajar dengan saya datang dengan menangis memberitahu bahwa nilai Bahasa Inggrisnya 6 yang seharusnya 9. Karena dia sering protes pada guru ketika belajar dan tidak ikut les dirumah guru tersebut. Inikan! contoh paling sederhana bahwa pendidikan nasional kita belum mengajarkan bagaimana berlaku adil dan menghilangkan Perbedaan.

PEJABAT HARUS SEGERA BERBENAH DIRI DAN MENGUBAH PERILAKU
Kalau kita menginginkan generasi penerus yang bermoral, jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok. Maka semua pejabat yang memegang jabatan baik legislative, ekskutif maupun yudikatif harus berbenah diri dan memberi contoh dulu bagaimana jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok kepada generasi muda mulai saat ini.

Karena mereka semua adalah orang-orang yang berpendidikan dan tidak sedikit pejabat yang bergelar Prof. Dr. (bukan gelar yang dibeli obral). Mereka harus membuktikan bahwa mereka adalah hasil dari sistim pendidikan nasional selama ini. Jadi kalau mereka terbukti salah melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme, jangan cari alasan untuk menghindar. Tunjukan bahwa mereka orang yang berpendidikan , bermoral dan taat hukum. Jangan bohong dan curang. Apabila tetap mereka lakukan, sama saja secara tidak langsung mereka (pejabat) sudah memberikan contoh kepada generasi penerus bahwa pendidikan tinggi bukan jaminan orang untuk jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berprilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok. Jadi jangan salahkan jika generasi mudah saat ini meniru apa yang mereka (pejabat) telah lakukan . Karena mereka telah merasakan, melihat dan mengalami yang telah pejabat lakukan terhadap bangsa ini.

Selanjutnya, semua pejabat di negara ini mulai saat ini harus bertanggungjawab dan konsisten dengan ucapannya kepada rakyat. Karena rakyat menaruh kepercayaan terhadap mereka mau dibawah kemana negara ini kedepan. Namun perilaku pejabat kita, lain dulu lain sekarang. Sebelum diangkat jadi pejabat mereka umbar janji kepada rakyat, nanti begini, nanti begitu. Pokoknya semuanya mendukung kepentingan rakyat. Dan setelah diangkat, lain lagi perbuatannya. Contoh sederhana, kita sering melihat di TV ruangan rapat anggota DPR (DPRD) banyak yang kosong atau ada yang tidur-tiduran. Sedih juga melihatnya. Padahal mereka sudah digaji, bagaimana mau memperjuangkan kepentingan rakyat. Kalau ke kantor hanya untuk tidur atau tidak datang sama sekali. Atau ada pengumuman di Koran, radio atau TV tidak ada kenaikan BBM, TDL atau tariff air minum. Tapi beberapa minggu atau bulan berikutnya, tiba-tiba naik dengan alasan tertentu. Jadi jangan salahkan mahasiswa atau rakyat demonstrasi dengan mengeluarkan kata-kata atau perilaku yang kurang etis terhadap pejabat. Karena pejabat itu sendiri tidak konsisten. Padahal pejabat tersebut seorang yang bergelar S2 atau bahkan Prof. Dr. Inikah orang-orang yang dihasilkan oleh pendidikan nasional kita selama ini?

Harapan
Dengan demikian, apabila kita ingin mencetak generasi penerus yang mandiri, bermoral, dewasa dan bertanggung jawab. Konsekwensinya, Semua yang terlibat dalam dunia pendidikan Indonesia harus mampu memberikan suri tauladan yang bisa jadi panutan generasi muda. jangan hanya menuntut generasi muda untuk berperilaku jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berprilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok.

Tapi para pemimpin bangsa ini tidak melakukannya. Maka harapan tinggal harapan saja. Karena itu, mulai sekarang, semua pejabat mulai dari level tertinggi hingga terendah di legislative, eksekutif dan yudikatif harus segera menghentikan segala bentuk petualangan mereka yang hanya ingin mengejar kepentingan pribadi atau kelompok sesaat dengan mengorbankan kepentingan negara. Sehingga generasi muda Indonesia memiliki panutan-panutan yang bisa diandalkan untuk membangun bangsa ini kedepan.
Sumber: http://re-searchengines.com/amukminin.html

Era Emas Spanyol, Mantab . . . . . .

Senin, 16 Juli 2012
KOMPAS.com  Bulan Juli penuh kejutan. Ditantang untuk melanjutkan dominasinya di Eropa dan dunia, tim Spanyol menjawabnya penuh keyakinan. ”La Furia Roja” menjawab dengan gelar juara Eropa 2012 setelah menjadi kampiun di Piala Dunia Afrika Selatan 2010 dan Piala Eropa 2008. Xavi dan kawan-kawan berada di puncak dunia.

Kejutan lain muncul. Brasil terdepak dari 10 besar tim terbaik FIFA. Turun enam anak tangga dari posisi kelima ke posisi 11 peringkat FIFA adalah prestasi terburuk lima kali kampiun piala dunia ini.

Sepak bola indah
Dua gelar terakhir yang diraih tim ”Matador” dalam enam tahun terakhir mengukuhkan mereka sebagai kekuatan baru sepak bola dunia. Penanda aras.

Di tangan Luis Aragones, Spanyol memulai perubahan dengan menerapkan tiki-taka, gaya bermain sepak bola yang diterapkan FC Barcelona. Pemain bertubuh mungil yang mampu mengolah bola di kaki dengan sangat lengket dan dalam jarak antarpemain yang rapat. Tanpa sadar, dengan umpan terobosan melalui sela-sela kaki dan mencetak gol ke gawang menjadi ciri khas tim Spanyol.

Vincente del Bosque di Polandia-Ukraina memoles dan mengubah gaya ini sedikit dengan meniadakan penyerang. Hanya ada Cesc Fabregas, gelandang serang FC Barcelona, yang berfungsi sebagai penyerang. Cap penyerang palsu pun tertuju ke Fabregas. ”False Nine”, begitu sebutannya.

Pelatih Brasil Mano Menezes, seperti diberitakan Reuters, mengakui kedigdayaan Spanyol saat ini. Namun, baginya, Brasil tidak perlu menjadi mesin fotokopi, menjiplak mentah-mentah gaya bermain Spanyol.

”Juara selalu menjadi penanda aras dan Spanyol melakukan hal itu. Brasil melakukannya pada masa lalu,” katanya.

Ya, jogo bonito, sebutan bagi gaya tim ”Samba”. Goyangan para pemain tim ”Samba” pada Piala Dunia 1982 menjadi salah satu bukti memikatnya jogo bonito. Variasi umpan pendek dan umpan lambung dibumbui kemampuan menggiring bola disisipi atraksi juggling bola ditambah permainan terbuka membuat gaya itu sedap dipandang mata.

Mantan pelatih klub Gremio dan Corinthians ini menyatakan, mereka tidak akan meniru gaya Spanyol. ”Permainan kami selalu menyertakan penyerang dan dalam budaya Brasil, para penggemar ingin melihat mereka di lapangan,” katanya.

Yang harus dipelajari, lanjut Menezes, adalah cara menghadapi Jordi Alba dan kawan-kawan, bukan meniru gaya permainan mereka. Publik menunggu bukti janji Menezes jika kedua tim bertemu di Olimpiade 2012

Layangan Maut Pembunuh Anak Kecil


KOMPAS.com — Sehari pasca-kematian tragis Gede Yudis Sastrawan, bocah 8 tahun yang tewas setelah tertimpa layangan raksasa saat Festival Layang-Layang di Pantai Padang Galak, Denpasar, Minggu (15/7/2012) lalu, foto detik-detik saat layangan maut tersebut jatuh pun beredar.
Seperti yang ditampilkan melalui Blackberry Messenger ini, tampak sebuah layang-layang raksasa jenis bebean jatuh menukik menimpa sejumlah penonton.
Keaslian foto masih belum diketahui karena sampai saat ini penyebar pertama foto tersebut juga belum diketahui. Layangan yang berukuran sekitar 8 x 5 meter itu diduga jatuh akibat minimnya angin.
Sejak hari pertama pada Jumat lalu, puluhan layangan raksasa yang diterbangkan untuk mengikuti lomba juga mengalami kendala minimnya angin sehingga saling bergantian jatuh ke bibir Pantai Padang Galak.
Aparat Polsek Denpasar Timur sampai saat ini masih menyelidiki kasus tewasnya bocah malang tersebut.
"Lima saksi dari penonton dan warga sedang kami periksa. Panitia belum. Penyelidikan masih berlanjut," ujar Kepala Polsek Denpasar Timur Ajun Komisaris Wayan Parwata, Senin (16/7/2012).
Seperti diberitakan, festival layang-layang di Pantai Padang Galak, Denpasar, yang digelar selama 3 hari, mulai Jumat (13/7/2012) hingga Minggu lalu berujung musibah. Gede Yudis Sastrawan, bocah 8 tahun yang menonton festival layang-layang bersama ibunya, tertimpa layangan bebean dan meninggal setelah sempat dirawat di RSUP Sanglah, Denpasar.

10 Hal yang terpampang di Facebook

Selasa, 10 Juli 2012
Jakarta:Facebook, jejaring sosial terbesar di dunia, kini menjadi mesin pencarian identitas. Baik dari perusahaan, pengintai, maupun aparat hukum. Tak lupa peretas yang ingin membuat identitas palsu. Wahai pemilik akun di jejaring besutan Mark Zuckerberg, perhatikan 10 hal terlarang untuk muncul di Facebook.

1. Tanggal lahir

Mengungkap tanggal lahir itu berbahaya. Sebab institusi keuangan biasanya membutuhkan informasi tanggal lahir untuk kartu kredit atau pernyataan di bank. Membiarkan tanggal lahir terlihat, sama saja membuka pintu untuk pencurian identitas.

2. Nama tengah Ibu

Ingat banyak situs yang menggunakan jawaban nama tengah sebagai pertanyaan keamanan untuk mengingat kata kunci. Waspadalah apa yang anda tulis tentang Ibu di dunia maya

3.Alamat rumah

Tidak perlu membagi informasi ini dengan teman, kenalan atau mantan rekan kerja. Pencuri sekarang juga tahu cara menggunakan Facebook. Apalagi jika Anda menulis status sedang bepergian sekeluarga, sudah tinggal tunggu masa saja isi rumah dikuras si penjahat ini.

4. Status pergi dari rumah dalam waktu lama

Menulis status pergi dari rumah dalam jangka waktu lama berarti mengumbar informasi kepada dunia maya bahwa rumah Anda kosong. Jika Anda memang harus mempublikasikan status ini, maka bisa ditambahkan bahwa ada penjaga, anjing atau alarm pencuri di rumah.

5. Status pergi dari rumah dalam waktu singkat

Meski cuman singkat, kalau Anda terus-terusan menulis check-in di tempat yang berada di luar rumah, pencuri tentu awas kalau kediaman Anda kosong.

6. Foto tak sopan

Anda mungkin sudah membaca bahwa ada orang yang kehilangan pekerjaan karena mereka bersikap rasis atau menampilkan foto yang tak sopan di dunia maya. Jadi jangan lakukan!

7. Mengeluh atau marah

Jangan bilang ke Facebook atau Twitter jika Anda marah kepada bos, mengaku mabuk, dan memiliki obat-obatan terlarang. Atau mengaku pura-pura sakit.

Screenshoot status Anda bisa jadi bukti yang membahayakan reputasi, klien dan nasib profesi. Di Singapura, bahkan remaja yang menulis status berbau rasis bisa ditangkap. Di bawah UU Penghasutan, siapa pun yang terbukti bersalah menyebarluaskan kebencian antar ras atau kelas dalam populasi di Singapura dapat di denda 5 ribu dolar Singapura (Rp 37 juta) dan penjara maksimal tiga tahun.

8. Nomor telepon

Memasang nomer telepon, maka dipastikan Anda akan dihubungi banyak telemarketer, pengintai dan temannya teman yang sok kenal.

9. Status hitung mundur jelang liburan

Lebih baik menulis status setelah liburan. Sebab kalau sebelum liburan beresiko diketahui penjahat yang sudah siap menguras isi rumah Anda selagi kosong.

10. Foto interior rumah

Mengunggah foto isi rumah Anda menjadi jalan mulus pencuri untuk menilai perabot yang Anda miliki